jam

Jumat, 05 Februari 2021

Pemberantasan Hama Tikus dengan Umpan Bantuan dari Dinas Pertanian

Tikus sawah (Rattus argentiventer) merupakan hama padi utama di Indonesia, kerusakan yang ditimbulkan cukup luas dan hampir terjadi setiap musim. Tikus menyerang semua stadium tanaman padi, baik vegetatif maupun generatif, sehingga menyebabkan kerugian ekonomis yang berarti. Secara umum, di Indonesia tercatat tidak kurang dari 150 jenis tikus, sekitar 50 jenis di antaranya termasuk genera Bandicota, Rattus, dan Mus. Enam jenis tikus lebih banyak dikenal karena merugikan manusia di luar rumah, yaitu: tikus sawah (R. argentiventer), tikus wirok (B. indica), tikus hutan/belukar (R. tiomanicus), tikus semak/padang (R. exulans), mencit sawah (Mus caroli), dan tikus riul (R. norvegicus). Tiga jenis lainnya diketahui menjadi hama di dalam rumah, yaitu tikus rumah (R. rattus diardi), mencit rumah (M. musculus dan M. cervicolor).

Tikus sawah mirip dengan tikus rumah, tetapi telinga dan ekornya lebih pendek. Ekor biasanya lebih pendek dari pada panjang kepala-badan, dengan rasio 96,4 ± 1,3%, telinga lebih pendek dari pada telinga tikus rumah. Panjang kepala-badan 170-208 mm dan tungkai belakang 34-43 mm. Tubuh bagian atas berwarna coklat kekuningan dengan bercak hitam pada rambut, sehingga berkesan berwarna abu-abu. Daerah tenggorokan, perut berwarna putih dan sisanya putih kelabu. Tikus betina mempunyai 12 puting susu. Tikus sawah sebagian besar tinggal di persawahan dan lingkungan sekitar sawah. Daya adaptasi tinggi, sehingga mudah tersebar di dataran rendah dan dataran tinggi. Mereka suka menggali liang untuk berlindung dan berkembang biak, membuat terowongan atau jalur sepanjang pematang dan tanggul irigasi. Tikus sawah termasuk omnivora (pemakan segala jenis makanan). Apabila makanan berlimpah mereka cenderung memilih yang paling disukai, yaitu biji-bijian/padi yang tersedia di sawah. Pada kondisi bera, tikus sering berada di pemukiman, mereka menyerang semua stadium tanaman padi, sejak pesemaian sampai panen. Tingkat kerusakan yang diakibatkan bervariasi tergantung stadium tanaman.

Serangan hama tikus juga terjadi hampir diseluruh wilayah di Indonesia, tak terkecuali di Desa Wates, Kecamatan Campurdarat. Serangan hama tikus di daerah Wates bisa terbilang cukup parah. Pasalnya tikus menyebabkan kerugian bahkan sebelum masa tanam, karena hama tikus di desa ini menyerang semaian benih padi yang akan digunakan sebagai bibit yang akan dipindah tanamkan nantinya. Tikus menyerang bibit-bibit padi yang sudah siap untuk dipindah tanamkan, akibatnya petani mengalami kerugian dan harus membeli bibit padi yang siap tanam agar tetap bisa tanam tepat waktu. Selain itu hama tikus juga sangat sulit untuk diatasi, walaupun suda diberi pagar pembatas pada tempat persemaian bibit namun tetap saja terjamah oleh hama tikus. Selain itu perkembangbiakan tikus juga sangat cepat sehingga jumlahnya sangat sulit untuk dikendalikan.

Jumlah anak tikus per induk beragam antara 6-18 ekor, dengan rata-rata 10,8 ekor pada musim kemarau dan 10,7 ekor pada musim hujan, untuk peranakan pertama. Peranakan ke 2-6 adalah 6-8 ekor, dengan rata-rata 7 ekor. Peranakan ke 7 dan seterusnya, jumlah anak menurun mencapai 2-6 ekor, dengan rata-rata 4 ekor. Interval antar peranakan adalah 30-50 hari dalam kondisi normal. Pada satu musim tanam, tikus betina dapat melahirkan 2-3 kali, sehingga satu induk mampu menghasilkan sampai 100 ekor tikus, sehingga populasi akan bertambah cepat meningkatnya. Tikus betina cepat dewasa, pada umur 28 hari sudah siap kawin dan dapat bunting. Masa kehamilan mencapai 19-23 hari, dengan rata-rata 21 hari. Tikus jantan lebih lambat menjadi dewasa daripada betinanya, pada umur 60 hari siap kawin. Lama hidup tikus sekitar 8 bulan.

Sarang tikus pada pertanaman padi masa vegetatif cenderung pendek dan dangkal, sedangkan pada masa generatif lebih dalam, bercabang, dan luas karena mereka sudah mulai bunting dan akan melahirkan anak. Selama awal musim perkembangbiakan, tikus hidup masih soliter, yaitu satu jantan dan satu betina, tetapi pada musim kopulasi banyak dijumpai beberapa pasangan dalam satu liang/sarang. Dengan menggunakan Radio Tracking System, pada fase vegetatif dan awal generatif tanaman, tikus bergerak mencapai 100-200 m dari sarang, sedangkan pada fase generatif tikus bergerak lebih pendek dan sempit, yaitu 50-125 m dari sarang.

Foto

Oleh karena hal tersebut Dinas Pertanian (Distan) Kabupaten Tulungagung yang diwakili oleh BPP Kecamatan Campurdarat mengajak petani di Desa Wates untuk menggiatkan gerakan pemberantasan hama tikus yang belakangan mulai menyerang tanaman padi secara serentak. Pemberantasan dilakukan dengan cara memberikan bantuan berupa umpan tikus yang diharapkan dapat mengurangi jumlah tikus di sawah. Pemberantas hama tikus secara serentak ini diharapkan dapat menekan angka kerugian akibat serangan hama tikus dan dapat memberantas hama dengan lebih efektif. Pemberantasan dilakukan dengan cara memasang umpan di beberapa titik areal persawahan secara serentak. Sebelumnya umpan sudah dimasukan kedalam bamboo yang sudah dipotong-potong, dengan tujuan agar umpan tidak terkenan air hujan. Sebab apabila terkena air hujan umpan akan berjamur dan tikus tidak mau memakannya. Pemberantasan ini dipantau seminggu sekali, apabila jumlah tikus berkurang maka akan dilakukan pemasangan umpan kembali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar